Selasa, 25 September 2012

Sekilas Perkembangan Credit Union Di NTT

-->


a. CreditUnion Lahir dari Arisan Ibu-ibu Watublapi - Maumere

Kehadiran CU di Maumere Flores oleh P. Heinrich Bollen, SVD dan Yosef Doing pada 1 Januari 1969 dengan memelopori pembentukan CU Lepo Woga, sebelum CUCO terbentuk pada 4 Januari 1970. CU ini merupakan peralihan dari arisan ibu-ibu di Watublapi. Ketua Yosef Doing, Sekretaris Romanus Woga dan Hendrikus Mana sebagai bendahara. Kepada anggota ditanamkan pengertian bahwa tujuan CU adalah mendorong anggota untuk hidup mandiri serta saling melayani melalui usaha simpan pinjam.

Karena CU sesuatu yang baru maka diperkenalkan dengan cara membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian. Tahun pertama CU Lepa Woga berhasil membangun 5 rumah permanen dan 20 pondasi rumah anggota. Sampai tahun 1970 sudah dibangun 50 unit rumah permanen. P. Bollen memiliki keyakinan bahwa suatu saat nanti CU menjadi alat masyarakat Flores untuk membangun ekonomi daerah. Untuk mewujudkan visi tersebut para anggota diajarkan dan dibiasakan hidup hemat.
Tahun 1972 P. Albrecht, Robby Tullus dan A. G. Lunandi datang memberikan kursus dasar di Maumere. Robby Tulus memberikan motivasi kepada masyarakat agar memiliki kemauan kuat memperbaiki perekonomian keluarga.

Pada 9 Desember 1972 Romanus Woga mengikuti Kursus Perkembangan Desa (Kuperda) di Bogor. Sepulang dari Jawa 1973  Romanus mendapat tugas menggerakan CU yang saat itu menjadi program kerja IPP.
Ada 10 pedoman membangun masyarakat yang merupakan catatan Romanus Woga dari Kursus Pengembangan Masyarakat Desa (Kuperda), yaitu : 1. go to the people (pergi kepada orang-orang), 2. live among them (hidup di antara mereka), 3. love them (mencintai mereka), 4. serve them (melayani mereka), 5. learn from them (belajar dari mereka), 6. plan with them (rencana dengan mereka), 7. start what which they know (mulai dari apa yang mereka ketahui), 8. build on what they have (mengembangkan apa yang mereka miliki), 9. learn by doing (belajar dengan melakukan), dan 10. teach by showing (mengajar dengan menunjukkan)

Romanus Woga sendiri aktif di kopdit sejak 1970 -1988 sebagai petugas lapangan sekaligus motivator kopdit. Ia merintis berdirinya BK3D NTT Timur dan menjadi ketua periode pertama 1976 – 1982.

-->

Masyarakat kabupaten Sikka antusias menerima kehadiran CU sehingga banyak bermunculan CU-CU baru. April 1974 CUCO (Robby Tulus, AG. Lunandi dan Woeryadi) datang memberikan kursus dasar CU dan kepemimpinan) dibiayai oleh keuskupan Maumere. 

Pada 1 Mei 1974 CUCO bersama aktivis CU di Flores sepakat membentuk Koordinasi CU berkedudukan di Ende dengan koordinatornya Guido Abong. Sub koordinasi CU Flores berkedudukan di Maumere, dengan kordinatornya Romanus Woga.

1975 dalam rapat Nasional CU di Bogor, nama kordinator diubah menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Credit Union (BPPCU) yang di NTT terbagi dua, yaitu NTT Timur meliputi kabupaten Sikka, Flores Timur, Alor dan daratan Timor. BPPCU NTT Barat meliputi Kabupaten Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat. Koordinator dan Subkoordinator dihapus.

Menindaklanjuti hasil seminar, BPPCU NTT Timur mengadakan konferensi daerah di Maumere yang dihadiri 13 CU yaitu : Berdikari, Surya Kencana, St. Yoseph, Jiro Jaro, Lepo Woga, Obor Mas, Sube Huter, Suru Pudi, Didik Makmur, Puspa Jaya, dan Wida Timur, Wida Wini, Bintang Kejora, dan Deru Dede. Ketiga belas CU merubah nama BPPCU menjadi BPDKK NTT Timur dengan ketua Romanus Woga dari CU Lepo Woga dan Paulus Keu Bapa dari CU Jiro Jaro menjadi wakil.

BK3I mendorong agar setiap kopdit dan BK3D mendapatkan status badan hukum dari pemerintah. BK3D NTT Timur pada 7 September 1996 di Maumere mengadakan rapat dengan 6 ketua kopdit yang telah memiliki Badan Hukum yaitu: Obor Mas (Maumere) dengan ketua Yosef Doing, Sukma (Larantuka) dengan ketua Marsel Wutun, Deru Dede (Maumere) dengan ketua Mathilde Clementia, Bina Keluarga (Maumere) Maria Yustina Idi, Ankara (Lewoleba) dengan ketua Karolus Tue Ledjab dan Tuke Jung (Nele) dengan ketua Yoseph Os. Rapat menyetujui pembentukan Puskopdit Swadaya Utama yang berkedudukan di Jl. Soekarno-Hatta, Maumere dengan ketua Romanus Woga.

b. Koperasi Kredit Menyebar di Nusa Tenggara Timur

Credit Union yang dimulai di Maumere, Ende, Bajawa, dan Larantuka tidak terlalu menggeliat sebagai gerakan yang diminati masyarakat. Mungkin gemanya tertutup dengan Koperasi Serba Usaha (KSU) dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang sejak 1970-an sangat gencar digalakan. Tetapi jiwa Credit Union yang mempunyai daya tahan yang cukup kuat dan berkesinambungan membuatnya mantap dan pasti melewati berbagai hambatan. Berikut ini sepintas melihat perkembangan Koperasi Kredit di daerah lain di NTT.

1.      Kopdit di Ende dan Ngada : BK3D NTT Barat berpusat di Ende yang meliputi kabupaten Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Sumba Barat. BK3D NTT Barat kemudian mengganti nama menjadi Puskopdt Bekatigade Ende-Ngada dan Nagekeo (BENN). 

Menurut catatan perjalanan Koperasi Kredit Indonesia dalam buku ‘Menyongsong Tantangan Abad ke-21’ terbitan Induk Koperasi Kredit (Inkopdit)-Jakarta tahun 1995, terbentuknya koperasi kredit pertama di Nusa Tenggara Timur bagian Barat pada tahun 1972. Saat itu sekelompok anak muda guru SMAK Syuradikara Ende membentuk Credit Union di lingkungan asramanya dengan nama ‘Jayakarta’. Juni 1974. Credit Union Jayakarta bekerjasama dengan Delsos Ende, Pater Ir. B. J. Baack, SVD dan CUCO menyelenggarakan Kursus Dasar Credit Union yang diikuti oleh peserta dari daerah Flores.

Sejak itulah koperasi kredit berkembang di seluruh Flores dan untuk daerah wilayah barat hingga daratan Sumba berpayung pada Badan Koordinasi Koperasi Kredit wilayah Barat yang lebih dikenal dengan BK3D NTT Barat. BK3D NTT Barat dengan kegiatan utamanya Silang Pinjam Daerah (SPD) dimulai pada tanggal 07 Juli 1985 yang meliputi Kabupaten Ende, Ngada, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat.

Tahun 1992, Sumba Timur dan Sumba Barat berdiri sendiri dan 3 tahun kemudian tepatnya tahun 1995, Manggarai pun berdiri sendiri yang langsung difasilitasi dari Inkopdit – Jakarta. BK3D NTT Barat berubah nama atau lebih tepatnya peningkatan perannya menjadi Pusat Koperasi Kredit Bekatigade Ende-Ngada (PUSKOPDIT BEN) pada tanggal 22 Agustus 1998 dalam sebuah forum Rapat Anggota Khusus dan mendapat pengakuan formal dari pemerintah pada tanggal 30 Maret 1999 dengan nomor: 03/BH/KWK.24/III/1999. 

Perkembangan kopdit di Ende, Ngada, Nagekeo tersendat-sendat. Pada tahun 2001 Inkopdit turun tangan membantu bekerjasama dengan Canadian Coperativ Assosiation (CCA) memperkenalkan ‘Program Model 2000’ kepada para pengurus primer dan sekunder.

2. Koperasi Kredit di Manggarai: Perkembangan kopdit di Manggarai pada awalnya sangat lamban. Kopdit Hanura di Borong dan kopdit Satelit di Wae Lengga yang ikut program Simpan Pinjam Daerah dan kopdit lain lebih memilih Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP). LSM lokal Yayasan Bina Sejahtera bekerjasama dengan Swiss Intercooperation mengirim 2 karyawannya magang di BK3D Timor. Mereka lalu memisahkan diri dari Puskopdit BK3D Ende-Ngada dengan tujuan agar kopdit tidak mati dan justru diberi semangat agar bangkit. 

Pada 27 Desember 1997 digelar rapat koperasi tingkat sekunder yang diprakarsai oleh Yayasan Bina Sejahtera.  Hadir 19 orang yang terdiri dari 12 pengurus Kopdit/UBSP binaan  Yayasan Bina Sejahtera dan Yayasan Sinar Mulia serta sebagian karyawan kedua yayasan itu. Rapat menyetujui pembentukan koperasi tingkat sekunder dan dinamakan Pra BK3D Manggarai dan ditangani Yayasan Sinar Mulia.

Tahun 2000 Pra BK3D Manggarai diterima menjadi anggota Inkopdit dan statusnya naik menjadi BK3D Manggarai. Tahun 2001-2002 BK3D Manggarai mendapat bantuan keuangan dari Inkopdit melalui Prof. Dr. Tobi Mutis          yang digunakan untuk membayar gaji karyawan, sewa kantor  dan membeli komputer.

Tahun 2003 BK3D Manggarai sudah mandiri dan melebarkan sayap ke kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur. 30 Desember 2006 BK3D Manggarai memperoleh status Badan Hukum No. 04/BH/DK.II/XII/2006, dan sejak saat itu resmi bernama Puskopdit Manggarai.

3. Kopdit di Sumba : Kopdit mulai berkembang sejak 1992  berkat kerjasama antara BK3D NTT Barat dengan keuskupan Weetebula. Jarak yang jauh dengan transportasi yang relatif mahal maka diputuskan untuk memisahkan diri dari BK3D NTT Barat. Data di situs Inkopdit cucoindo.org per 2007 di Pra Puskopdit Sumba ada 15 Kopdit primer. 

4. Kopdit di Timor : dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT)  Nasional Badan Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) 16 Des 1984 di Denpasar, menyetujui pembentukkan BK3D Timor yang meliputi  kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS, TTU, Belu, Alor  dan Rote.

Pada 8 Juli 1999 BK3D Timor mendapat status badan hukum No. 04/BH/KWK.24/VIII/1999. Kopdit pertama di pulau Timor adalah Sami Jaya yang didirikan 13 Sept 1979. Penggagasnya Anton Asten, Florentinus Sumantri dan Agustinus Fernandes. Sami jaya pada mulanya berkantor di salah satu ruang guru SMAK Giovani. Dari Sami Jaya tumbuh 6 kopdit baru, yaitu Caritas, Serviam, Sinar Teknologi, Setia kawan, Buraen, Prudentia dan Sehati Baa. Data Inkopdit, cucoindo.org per 2007 di Puskopdit Timor ada 35 Kopdit primer.

Refleksi

Apa yang dapat diperoleh dari sejarah gerakan Credit Union?  Raifeissen, Pater Arbie, Roby Tulus serta para aktivis CU tentu tidak berpikir tentang segelintir orang miskin yang terhimpit masalah sosial ekonomi saja. Mereka menempatkan nilai hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan yang mempunyai hak memperoleh hidup yang layak. 

Walikota Raifeissen menciptakan pondasi ekonomi yang kokoh bagi rakyatnya, melalui tahap-tahap karikatif yang bersifat sementara dan kurang membina kesadaran sampai kepada tahap kesadaran untuk mandiri. Azas Swadaya, Setia kawan, Pendidikan dan Penyadaran telah menunjukan daya tahan hingga melewati berbagai zaman dan generasi. 

Pastor Arbie mengadopsi credit union sebagai model usaha yang unggul bagi masyarakat marginal. Untuk maju dan sejahtera, manusia  memang membutuhkan uang, tetapi diperoleh dengan cara-cara manusiawi. Potensi akal budi dan hati nurani dikembangkan serta disadarkan agar dunia semakin dialami sebagai ladang hidup bersama, bukan hanya untuk mereka yang kaya secara materil.  Dan kesejahteraan hidup pun merupakan hak setiap manusia. Ke-aku-an yang individualistik diangkat ke tingkat sosial  yang menempatkan ‘aku’ sebagai bagian dari masyarakat yang tidak hanya mempunyai hak tetapi juga memiliki kewajiban-kewajiban sosial. Bila di dunia ini ada sebagian orang yang dikelompokan sebagai kaum marginal karena memiliki berbagai kekurangan dan keterbatasan, tentu hal itu bukan  semata kesalahan mereka. Ada orang-orang lain yang mengambil porsi terlalu banyak sehingga ada sekelompok orang yang mengalami kekurangan atau bahkan tidak kebagian.

Sejarah Credit Union tidak mengambil hikmah dari semangat merampas hak orang-orang lain, tetapi terutama menimbah semangat juang dari para perintis, pelopor dan penggerak untuk menjadi visi pembelajaran bagi generasi selanjutnya. Masyarakat marginal dididik dan disadarkan akan nilai-nilai luhur kebersamaan dalam semangat solidaritas dimulai dari apa yang mereka miliki. Hal itu yang kiranya sangat dipahami oleh pastor Arbie ketika memulai gerakan Credit Union di Jakarta dan pastor Bollen di Maumere – Flores. 

Para anggota dididik untuk memulai usaha dari apa yang mereka miliki. Itulah modal dasar yang biarpun sedikit atau jumlahnya kecil tetapi merupakan bibit unggul yang akan tahan terhadap berbagai cobaan. Induk Koperasi Kredit Indonesia (Inkopdit) dengan bangga memaparkan perkembangan koperasi kredit di Indonesia dalam angka-angka. Dari angka ratusan rupiah pada awal orde baru, tertatih-tatih dan ketika memasuki usia 40 tahun angkanya telah menjadi tujuh trilyun dengan anggota di atas satu juta. Nilai rata-ratanya bila dibandingkan dengan jumlah tahun yang telah dilewati memang kecil, tetapi nilai juang dan daya tahannya patut dibanggakan. Pada masa orba keberadaan CU bagai kerakap hidup di batu dan baru menghirup udara segar pada masa reformasi. 

CU di Nusa Tenggara Timur yang tumbuh dari Maumere, Ende dan menjalar terus ke berbagai kabupaten  tetap menampakan eksistensinya sebagai model usaha masyarakat kecil. Bahkan Gubernur, Drs. Frans Lebu Raya mencanangkan NTT sebagai propinsi koperasi menandakan bahwa CU atau Koperasi Kredit semakin dipercaya. Melalui gerakan Kopdit gubernur menaruh harapan akan kesejahteraan hidup masyarakat Flobamora.

Semangat Credit Union bila dilaksanakan secara benar dan jujur dapat dipastikan bahwa kesejahteraan hidup akan semakin dinikmati oleh banyak orang. Azas swadaya, solidaritas, pendidikan dan penyadaran akan tetap bertahan melewati zaman biarpun harus berhadapan dengan budaya konsumerisme dan hedonisme yang serba instant pada era multimedia ini.

Itulah sekelumit sejarah CU dan gerakannya di Indonesia. Wadah yang membuat para pelopor KSU ANKARA berani mengambil keputusan untuk beralih dari koperasi konsumen serba usaha menjadi koperasi kredit. Potongan yang dipaparkan pada bagian ini tidak runtut sebagai sebuah sejarah, tetapi lebih merupakan suatu gerakan ekonomi yang semakin dipercaya di Indonesia dan juga secara khusus di NTT.
***

IMPIAN MASA DEPAN (Sambungan Artikel "Belajar dari Para Pendahulu")



 Abat Elias, SE melalui situs Inkopdit /cucoindo menulis antara lain bahwa, jika dianalisa secara global maka beberapa kriteria kopdit Ideal itu sudah terpenuhi misalnya; Rata-rata Asset per Kopdit  Rp.8,097 triliun dibagi dengan 927 kopdit. Demikian juga rata-rata jumlah anggota per kopdit ada 1.500 orang, dari 1.390.260 orang dibagi dengan 927 kopdit. Yang pelum tercapai adalah penguatan manajemen yang masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan IT (Informasi dan Teknologi) baru 350 kopdit atau 38%, yang telah menggunakan Manager dengan wewenang penuh baru 250 kopdit atau 27%. Hal ini harus menjadi prioritas untuk 10 tahun ke depan sehingga Gerakan Koperasi Kredit Indonesia akan tergolong Gerakan Koperasi Kredit “lima besar se Asia” dari segi  total Asset, jumlah anggota dan kualitas pelayanan.

Agar mencapai impian tersebut maka diperlukan suatu Rencana Strategis baru dengan penetapan sasaran yang fokus, terarah dan terintegrasi dari jenjang kopdit primer sampai kepada jenjang Inkopdit. Tanpa terintegrasi maka tidak akan menjadi suatu kekuatan yang nyata karena biasa terjadi pertumbuhannya tidak merata dan lebih fatal lagi akan terjadi Kopdit/CU yang kuat menelan yang lemah atau kopdit/CU yang lambat akan ditinggalkan oleh yang cepat. Perencanaan bersama merupakan suatu opsi jalan keluar, sehingga kopdit/CU yang masih kecil mendengar dan mau menerima masukan dari Kopdit/CU yang besar. Kopdit/CU yang besar mau dan bersedia menggandeng tangan bagi Kopdit yang kecil.

Dalam rangka mencapai impian gerakan koperasi kredit lima besar se Asia maka diperlukan kriteria kopdit/CU ideal tahun 2020 yang akan datang dengan kreteria sebagai berikut; 1. Minimal anggota 20.000 orang, 2. Minimal Asset kopdit/CU Rp.100.milyar dengan simpanan saham Rp.80 milyar, 3. Penggunaan IT online dengan cabang-cabangnya,  4. Memiliki kantor permanen yang standar memenuhi kebutuhan kopdi/CU ideal, 5. 50 % dari kopdit/CU melaksanakan Asses Brending. 6. Setiap kopdit/CU memiliki SOM dan SOP.7.Pertumbuhan anggota pertahun 25 %

Menurut Robby Tulus, perkembangan CU di Indonesia cukup impresif karena bersifat responsif terhadap anggota maupun terhadap dinamika pasar uang. Itu disebabkan oleh diperolehnya badan hukum dan krisis moneter. Asas swadaya, solidaritas dan pendidikan adalah landasan yang tidak dimiliki lembaga keuangan lain. Kemajuan sistem harus selalu diimbangi dengan pemberdayaan anggota (secara individual maupun kelembagaan) agar dimensi kepemilikan tidak sampai melemah. Sistem manajemen dan sistem keuangan senantiasa berpihak pada anggota sehingga dimensi ‘kepemilikan’ benar-benar dirasakan anggota sebagai pemilik sejati CU.

Ditambahkan bahwa konsep keuangan mikro (mikro nance) awalnya dimulai dari ‘kredit mikro’ bukan simpanan mikro. CU memulai kegiatan dengan simpanan sehingga memberikan ‘rasa kepemilikan’ dari sejak awal. Kalau rasa kepemilikan kuat dan berakar maka jati diri dengan sendirinya juga terus berakar. Untuk itu gerakan CU di Indonesia juga harus dijadikan ‘consience of moral practices’ sebab fenomena korupsi yang masih demikian kuatnya berlangsung di Indonesia sangat melecehkan martabat manusia, karena kejujuran dan kebenaran kerap disingkirkan. CU sejak semula menganut azas dan rasa keadilan. Pinjaman diberikan berdasarkan kebutuhan (need) dan demi kesejahteraan anggota. Semoga CU bisa dijadikan sekolah kejujuran dan kebenaran. Demikian harapan Robby Tulus.

Belajar dari Para Leluhur Koperasi Kredit (Credit Union)


“ Secara individu tidak bisa, banyak orang bersama-sama yang bisa”
 (Friedrich Wilhelm Raiffeisen)

Bicara tentang Koperasi Kredit (Kopdit) kita perlu belajar dari para pelopor yang memulainya. Memang tidak terlalu mendetail dan mendalam tetapi ada cita-cita dasar yang menggerakkan tumbuhnya Credit-credit union di berbagai negara di seluruh dunia. Hal itu membuktikan bahwa credit union memiliki nilai-nilai luhur bagi kemanusiaan, sehingga terbukti tahan uji.
 Untuk itu pada bagian ini sekilas dikemukan tentang lahirnya Credit Union di Jerman, Koperasi Kredit di Indonesia dan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Itulah pilar-pilar jaringan Koperasi Kredit yang diikuti oleh Kopdit Ankara. 
Jasa Bapak Credit Union,   FW. Raiffeisen pantas dicatat, karena dari beliau lahir ide dan gerakan untuk memperbaiki nasib hidup rakyat yang ia pimpin. Indonesia  juga mencatat jasa Pastor Albrecht Karim Arbie, SJ yang memperkenalkan Kredit Union yang sudah berkembang di negaranya, Jerman.

1.      Credit Union  bersemi di Flammerfield

Friedrich Wilhelm Raiffeisen (1818 -1888) anak ketujuh dari sembilan bersaudara dari ayah Gottfried Friedrich Raiffeisen seorang petani. Raffeisen menjadi walikota di Weyerbush (1845), walikota di Flammersfield (1848) menjadi walikota di Heddesdorf(1852). Di kota Flammerfield Beliau mencetuskan gerakan Credit Union setelah gagal menerapkan cara donasi atau derma dari orang kaya dan toko-toko roti.

Pada awal abad ke-19, masyarakat Jerman ditimpa musibah kelaparan akibat musim dingin hebat. Para petani yang menggantungkan hidup pada kemurahan alam tak berdaya melawan keadaan. Karena sulitnya kehidupan di kampung, para petani berbondong-bondong ke kota mengadu nasib mencari pekerjaan sebagai buruh di pabrik-pabrik. 

Karena keadaan sosial-ekonomi yang semakin memburuk, Wali Kota Friedrich Wilhelm Raiffeisen di Flammerfield-Jerman Barat, bertekad untuk mencari jalan keluarnya. Beliau mengundang kaum kaya agar mengumpulkan uang untuk menolong kaum miskin yang ditanggapi secara positif. Mereka mengumpulkan uang dan membagi-bagikannya kepada kaum miskin. Tetapi usaha ini tidak membuahkan hasil dan sama sekali tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kaum miskin. Derma atau bantuan cuma-cuma tidak dapat memecahkan masalah kemiskinan. Penggunaan uang tidak terkontrol dan tidak sedikit para penerima derma yang cepat-cepat memboroskan uangnya agar segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tidak berminat membantu kaum miskin lagi.

Walikota Raiffeisen menempuh cara lain dengan mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman. Roti-roti yang terkumpul dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Tetapi usaha ini pun tidak menyelesaikan masalah kemiskinan secara permanen. Hari ini diberi, besok sudah habis, begitu seterusnya. Berdasarkan pengalaman wali kota berkesimpulan: “Kesulitan si miskin hanya dapat di atasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif, yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” 

Beliau lalu bersama kaum buruh dan petani miskin membangun Credit Union dengan . tiga (3) prinsip utama, yaitu:
1.  Azas Swadaya;tabungan hanya diperoleh dari anggota,
2.  Azas Setia kawan; pinjaman hanya diberikan kepada para anggota
3. Azas Pendidikan dan Penyadaran; hanya anggota yang berwatak baik yang dapat diberikan pinjaman. 

Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen bersama para petani petani dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, lalu menyebar ke Kanada, Amerika Serikat  lalu ke seluruh dunia. Di Indonesia Credit Union  sudah ada sejak tahun 1950, tetapi baru berkembang lagi sejak dibimbing seorang misionaris asal Jerman bernama Pastor Karl Albrecth Karim Arbie, SJ .

2.      Khabar Gembira di Awal Orde Baru
“Sang perintis utama” Koperasi Kredit (Kopdit) di Indonesia, pantas diterakan pada Pastor Albrecht Karim Arbie, SJ misionaris Jesuit dari Jerman. Beliau adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep Credit Union di Indonesia. Beliau wafat tertembak milisi bersenjata di depan Pastoran Jesuit di Taibessi tanggal 12 September 1999, ketika waktu itu Timor-Timur berada dalam suasana kacau akibat jajak pendapat. Di Timor Timur sebagai Rektor Seminario Menor de Nossa Senhora de Fatima. Tetapi karyanya tetap dijalankan di bumi Indonesia.

Gerakan Credit Union (CU) atau Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sudah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia memakai sistem Raiffeisen sejak tahun 1955.  Musibah terjadi pada permulaan tahun 1960-an, inflasi melanda negeri Indonesia sangat hebat sehingga banyak usaha simpan – pinjam menjadi lumpuh. Koperasi – koperasi akhirnya banyak yang beralih menjadi Koperasi Konsumsi Serba Usaha (KKSU).

Perubahan kondisi terjadi pada awal pemerintahan Orde Baru, dimana ekonomi negara cenderung stabil. Pengerak ekonomi masyarakat   menghubungi World Council of Credit Unions (WOCCU) atau Dewan Koperasi Dunia yang mendapat tanggapan yang sangat  positif. Tahun 1967  Mr. A.A. Bailey dan Augustine R. Kang diundang ke Indonesia dan dan diterima oleh suatu Lembaga Swadaya di Indonesia yaitu MAWI (Majelis Wali Gereja Indonesia) seksi sosial ekonomi. Mereka memperkenalkan gagasan Credit Union di Indonesia sebagai sarana sekaligus wahana pengentasan masyarakat marginal.

Sebagai tindak lanjut beberapa orang sepakat membentuk wadah Credit Union Counselling Office (CUCO) pada awal Januari 1970 dipimpim oleh Pastor Albrecth Karim Arbie, SJ, untuk memimpin kegiatan operasionalnya. Pemikirannya sangat visioner dan sangat dekat dengan orang kecil, tetapi beliau tidak begitu saja membantu orang kecil. Prinsip beliau : “jangan memberi ikan, tetapi berilah mereka kail untuk menangkap ikan”.  Meskipun banyak hambatan dan tantangan, pastor Karim tidak menyerah dan putus asa. Beliau sungguh dijiwai semangat Ignatius Loyola, yaitu ; “Jangan pernah putus asa dan pantang menyerah!”

Konsep tentang koperasi kredit ditanamkan di masyarakat luas secara terbuka, terlepas dari latar belakang agama, dengan tujuan mendorong anggota masyarakat untuk bekerja sama dan membebaskan mereka dari jeratan para penindas masa kini misalnya; tengkulak/pengijon kaya, lintah darat dan kapitalis serakah. Aspirasi Romo Karim secara murni tercurah pada pembangunan manusia sejati dan seutuhnya, terutama pengembangan kaum miskin dan lemah. Beliau mempunyai daya motivasi yang luar biasa. Demikian kenang Robby Tulus yang menjadi tangan kanan Pater Karim pada awal pergerakan Credit Union.

Untuk mendapatkan legalitas dari pemerintah yaitu Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi yang pada masa itu dijabat oleh Ir. Ibnoe Soedjono, CUCO  menjajaki kemungkinan dikembangkannya Credit Union di Indonesia dan berlindung dibawah naungan Undang – Undang Perkoperasian yaitu, UU No. 12/1967.

Pada  bulan Agutus 1976 diadakan Konferensi Nasional Koperasi Kredit di Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah, Ir. Ibnoe Soedjono sebagai Direktur Jendral Koperasi, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jendral Koperasi, memberikan restu kepada CUCO untuk melanjutkan kegiatan mengembangkan Credit Union di Indonesia dengan menyesuaikan diri kepada ketentuan – ketentuan  dalam UU No. 12/1967 tentang pokok – pokok Perkoperasian di Indonesia. Sejak itulah secara Nasional nama Koperasi Kredit diganti dengan Credit Union, sedangkan Credit Union Counselling Office (CUCO) diterjemahkan menjadi Biro Konsultasi Koperasi Kredit (BK3).

Kepemimpinan Eksekutif BK3I  (Inkopdit) sejak berdirinya yaitu : Romo Albercht Karim Arbie, SJ, Drs. Robby Tulus, Drs. P. M. Sitanggang, Hubertus Woeryanto dan Abat Elias, SE. Masa kepemimpinan yang diatur secara periodik juga sesuai pesan Romo Karim. Kata Beliau ; “Di dalam gerakan CU yang sehat, kursi tidak boleh melekat pada pantat seorang tokoh atau promotor penting”.

Dasar yang dimulai terus dipupuk melalui pelatihan dan pembinaan-pembinaan sehingga tetap berbuah. Pada awal pembentukan CU mendapat banyak tantangan tetapi sekarang CU disadari sebagai alat untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan serta bebas dari penyakit masyarakat (judi, mabuk, berfoya-foya). 

            Inkopdit memaparkan data perkembangan Kopdit/CU sejak berdirinya CUCO, seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini;  

Tahun
Jumlah CU
anggota
simpanan
pinjaman
kekayaan
dana cadangan
1970
9
733
1.259.187
710.750
1.342.570
67.257
1975
197
14.834
95.463.089
85.322.216
106.272.339
1.775.163
1980
535
56.805
1.124.020.616
1.457.677.140
1.456.763.401
43.129.025
1985
1.308
145.563
7.237.174.298
7.618.001.174
8.801.301.892
306.584.731
1990
1.493
195.487
20.528.020.616
23.533.395.204
26.527.572.671
1.235.409.435
1995
1.601
248.811
59.869.540.791
72.961.383.964
91.286.091.902
6.152.662.041
2000
1.099
256.327
128.113.673.323
189.669.827.031
242.257.907.250
15.509.749.701
2005
980
603.728
1.459.244.555.322
1.483.032.674.195
1.874.915.758.233
51.821.392.230
2009
888
1.330.138
6.262.756.250.428
5.760.613.723.476
7.396.318.277.380
275.479.229.031

Robby Tulus menambahkan bahwa Credit Union mempunyai daya tahan yang cukup kuat dan memiliki ciri-ciri berkelanjutan (substainability) sebagai gerakan demokratis yang dinamis. Kuncinya pada tabungan/simpanan bukan pada hutang. Romo Arbie tidak pernah jera menganjurkan keluarga untuk menabung terus-menerus secara teratur. Menurut Beliau credit union yang baik adalah  yang melakukan pendidikan dan pembinaan terus-menerus, karena akan mempengaruhi sikap mental anggota sehingga mereka semakin berkembang.

Inkopdit awalnya bernama Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) menjalankan fungsi koperasi sekunder tingkat nasional, menjalankan Simpan-Pinjam Nasional (SPN), pelayanan dana perlindungan DAPERMA, pendidikan pelayanan daerah, pelayanan audit dan monitoring serta pelayananan teknologi informasi. Inkopdit dijalankan pada 2 manajemen yaitu BK3I dalam bentuk yayasan dan inkopdit sebagai koperasi sekunder tingkat nasional. Inkopdit mengembangkan pelayanan bisnis, sedangkan BK3I mengembangkan kopdit-kopdit di wilayah baru.

5 wajib CU yang dikembangkan pada masa BK3I; 1). Wajib melaksanakan pendidikan, 2). Wajib mengikuti interlending, 3). Wajib mengikuti DAPERMA, 4). Wajib untuk diaudit dan 5). Wajib membayar iuran solidaritas. Kelima wajib dikuatkan dengan pola kebijakan pengurus inkopdit yang harus disosialisasikan kepada setiap kopdit.

Tata kelola kopdit yang baik dan benar, “Good Credit Unions Governance” yaitu pengelolaan manajemen yang dilandasi kemauan yang baik para fungsionaris kopdit untuk mengembangkan kopdit yang besar, kuat, dan sehat sehingga dapat melayani anggotanya lebih baik.
Tahun 2005 CUCO-Indonesia menetapkan kriteria Koperasi Kredit Ideal yang meliputi beberapa  komponen antara lain;
  1. Sudah memiliki Badan Hukum Koperasi
  2. Anggota minimal 1000 orang
  3. Total Asset minimal Rp.1.000.000.000,-
  4. Dikelola oleh karyawan atau Manager secara profesional
  5. Pelayanan secara harian (enam hari seminggu)
  6. Memiliki kantor permanent
  7. Memiliki dan menerapkan Perencanaan Strategis
  8. Memiliki Standar Operasional Manajemen (SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
  9. Menerapkan Teknologi informasi ( software computer, Email, website)
  10. Pertumbuhan anggota minimal 35 % pertahun.
                                                                                                       (Data berasal dari berbagai sumber)