“ Secara individu
tidak bisa, banyak orang bersama-sama yang bisa”
(Friedrich Wilhelm Raiffeisen)
Bicara tentang Koperasi
Kredit (Kopdit) kita perlu belajar dari para pelopor yang memulainya. Memang
tidak terlalu mendetail dan mendalam tetapi ada cita-cita dasar yang
menggerakkan tumbuhnya Credit-credit union di berbagai negara di seluruh dunia.
Hal itu membuktikan bahwa credit union memiliki nilai-nilai luhur bagi
kemanusiaan, sehingga terbukti tahan uji.
Untuk itu pada bagian ini sekilas
dikemukan tentang lahirnya Credit Union di Jerman, Koperasi Kredit di Indonesia
dan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Itulah pilar-pilar jaringan Koperasi
Kredit yang diikuti oleh Kopdit Ankara.
Jasa Bapak Credit Union, FW. Raiffeisen pantas dicatat, karena dari
beliau lahir ide dan gerakan untuk memperbaiki nasib hidup rakyat yang ia
pimpin. Indonesia juga mencatat jasa Pastor Albrecht Karim
Arbie, SJ yang memperkenalkan Kredit Union yang sudah berkembang di negaranya,
Jerman.
1.
Credit Union
bersemi di Flammerfield
Pada awal abad
ke-19, masyarakat Jerman ditimpa musibah kelaparan akibat musim dingin hebat. Para petani yang menggantungkan hidup pada kemurahan alam
tak berdaya melawan keadaan. Karena sulitnya kehidupan di kampung, para petani
berbondong-bondong ke kota
mengadu nasib mencari pekerjaan sebagai buruh di pabrik-pabrik.
Karena keadaan
sosial-ekonomi yang semakin memburuk, Wali Kota Friedrich Wilhelm Raiffeisen di
Flammerfield-Jerman Barat, bertekad untuk mencari jalan keluarnya. Beliau
mengundang kaum kaya agar mengumpulkan uang untuk menolong kaum miskin yang
ditanggapi secara positif. Mereka mengumpulkan uang dan membagi-bagikannya
kepada kaum miskin. Tetapi usaha ini tidak membuahkan hasil dan sama sekali
tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kaum miskin. Derma atau bantuan
cuma-cuma tidak dapat memecahkan masalah kemiskinan. Penggunaan uang tidak
terkontrol dan tidak sedikit para penerima derma yang cepat-cepat memboroskan
uangnya agar segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tidak berminat
membantu kaum miskin lagi.
Walikota
Raiffeisen menempuh cara lain dengan mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti
di Jerman. Roti-roti yang terkumpul dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani
miskin. Tetapi usaha ini pun tidak menyelesaikan masalah kemiskinan secara
permanen. Hari ini diberi, besok sudah habis, begitu seterusnya. Berdasarkan
pengalaman wali kota
berkesimpulan: “Kesulitan si miskin hanya dapat di atasi oleh si miskin itu
sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian
meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan
yang produktif, yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si
peminjam.”
Beliau lalu
bersama kaum buruh dan petani miskin membangun Credit Union dengan .
tiga (3) prinsip utama, yaitu:
1. Azas Swadaya;tabungan hanya diperoleh dari
anggota,
2. Azas Setia kawan; pinjaman hanya diberikan
kepada para anggota
3. Azas Pendidikan dan Penyadaran; hanya anggota yang berwatak baik
yang dapat diberikan pinjaman.
Credit Union
yang dibangun oleh Raiffeisen bersama para petani petani dan kaum buruh
berkembang pesat di Jerman, lalu menyebar ke Kanada, Amerika Serikat lalu ke seluruh dunia. Di Indonesia Credit Union sudah ada sejak tahun 1950, tetapi baru
berkembang lagi sejak dibimbing seorang misionaris asal Jerman bernama Pastor
Karl Albrecth Karim Arbie, SJ .
2.
Khabar Gembira di Awal Orde Baru
“Sang perintis utama”
Koperasi Kredit (Kopdit) di Indonesia, pantas diterakan pada Pastor Albrecht
Karim Arbie, SJ misionaris Jesuit dari Jerman. Beliau adalah orang yang pertama
kali memperkenalkan konsep Credit Union di Indonesia. Beliau wafat tertembak
milisi bersenjata di depan Pastoran Jesuit di Taibessi tanggal 12 September
1999, ketika waktu itu Timor-Timur berada dalam suasana kacau akibat jajak
pendapat. Di Timor Timur sebagai Rektor Seminario Menor de Nossa Senhora de
Fatima. Tetapi karyanya tetap dijalankan di bumi Indonesia.
Gerakan Credit Union (CU) atau Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) sudah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia memakai sistem Raiffeisen
sejak tahun 1955. Musibah terjadi pada
permulaan tahun 1960-an, inflasi melanda negeri Indonesia sangat hebat sehingga banyak
usaha simpan – pinjam menjadi lumpuh. Koperasi – koperasi akhirnya banyak yang
beralih menjadi Koperasi Konsumsi Serba Usaha (KKSU).
Perubahan kondisi terjadi pada
awal pemerintahan Orde Baru, dimana ekonomi negara cenderung stabil. Pengerak
ekonomi masyarakat menghubungi World
Council of Credit Unions (WOCCU) atau Dewan Koperasi Dunia yang mendapat
tanggapan yang sangat positif. Tahun 1967
Mr. A.A. Bailey dan Augustine R. Kang diundang ke Indonesia dan dan diterima oleh suatu Lembaga
Swadaya di Indonesia yaitu MAWI (Majelis Wali Gereja Indonesia) seksi sosial ekonomi.
Mereka memperkenalkan gagasan Credit Union di Indonesia sebagai sarana
sekaligus wahana pengentasan masyarakat marginal.
Sebagai tindak lanjut beberapa
orang sepakat membentuk wadah Credit Union Counselling Office (CUCO) pada awal
Januari 1970 dipimpim oleh Pastor Albrecth Karim Arbie, SJ, untuk memimpin
kegiatan operasionalnya. Pemikirannya sangat visioner dan sangat dekat dengan
orang kecil, tetapi beliau tidak begitu saja membantu orang kecil. Prinsip
beliau : “jangan memberi ikan, tetapi berilah mereka kail untuk menangkap ikan”.
Meskipun banyak hambatan dan tantangan,
pastor Karim tidak menyerah dan putus asa. Beliau sungguh dijiwai semangat Ignatius
Loyola, yaitu ; “Jangan pernah putus asa dan pantang menyerah!”
Konsep tentang koperasi kredit
ditanamkan di masyarakat luas secara terbuka, terlepas dari latar belakang
agama, dengan tujuan mendorong anggota masyarakat untuk bekerja sama dan
membebaskan mereka dari jeratan para penindas masa kini misalnya;
tengkulak/pengijon kaya, lintah darat dan kapitalis serakah. Aspirasi Romo
Karim secara murni tercurah pada pembangunan manusia sejati dan seutuhnya,
terutama pengembangan kaum miskin dan lemah. Beliau mempunyai daya motivasi
yang luar biasa. Demikian kenang Robby Tulus yang menjadi tangan kanan Pater
Karim pada awal pergerakan Credit Union.
Untuk mendapatkan
legalitas dari pemerintah yaitu Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Koperasi yang pada masa itu dijabat oleh Ir. Ibnoe Soedjono, CUCO menjajaki kemungkinan dikembangkannya Credit
Union di Indonesia dan berlindung dibawah naungan Undang – Undang Perkoperasian
yaitu, UU No. 12/1967.
Pada bulan Agutus 1976 diadakan Konferensi
Nasional Koperasi Kredit di Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah, Ir. Ibnoe
Soedjono sebagai Direktur Jendral Koperasi, dalam kapasitasnya sebagai Direktur
Jendral Koperasi, memberikan restu kepada CUCO untuk melanjutkan kegiatan
mengembangkan Credit Union di Indonesia dengan menyesuaikan diri kepada ketentuan
– ketentuan dalam UU No. 12/1967 tentang pokok – pokok Perkoperasian di
Indonesia. Sejak itulah secara Nasional nama Koperasi Kredit diganti dengan
Credit Union, sedangkan Credit Union Counselling Office (CUCO) diterjemahkan
menjadi Biro Konsultasi Koperasi Kredit (BK3).
Kepemimpinan Eksekutif BK3I (Inkopdit) sejak berdirinya yaitu : Romo
Albercht Karim Arbie, SJ, Drs. Robby Tulus, Drs. P. M. Sitanggang, Hubertus
Woeryanto dan Abat Elias, SE. Masa kepemimpinan yang diatur secara periodik
juga sesuai pesan Romo Karim. Kata Beliau ; “Di dalam gerakan CU yang sehat,
kursi tidak boleh melekat pada pantat seorang tokoh atau promotor penting”.
Dasar yang dimulai terus dipupuk
melalui pelatihan dan pembinaan-pembinaan sehingga tetap berbuah. Pada awal pembentukan CU mendapat
banyak tantangan tetapi sekarang CU disadari sebagai alat untuk membebaskan
masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan serta bebas dari
penyakit masyarakat (judi, mabuk, berfoya-foya).
Inkopdit
memaparkan data perkembangan Kopdit/CU sejak berdirinya CUCO, seperti dapat
dilihat pada tabel di bawah ini;
Tahun
|
Jumlah CU
|
anggota
|
simpanan
|
pinjaman
|
kekayaan
|
dana cadangan
|
1970
|
9
|
733
|
1.259.187
|
710.750
|
1.342.570
|
67.257
|
1975
|
197
|
14.834
|
95.463.089
|
85.322.216
|
106.272.339
|
1.775.163
|
1980
|
535
|
56.805
|
1.124.020.616
|
1.457.677.140
|
1.456.763.401
|
43.129.025
|
1985
|
1.308
|
145.563
|
7.237.174.298
|
7.618.001.174
|
8.801.301.892
|
306.584.731
|
1990
|
1.493
|
195.487
|
20.528.020.616
|
23.533.395.204
|
26.527.572.671
|
1.235.409.435
|
1995
|
1.601
|
248.811
|
59.869.540.791
|
72.961.383.964
|
91.286.091.902
|
6.152.662.041
|
2000
|
1.099
|
256.327
|
128.113.673.323
|
189.669.827.031
|
242.257.907.250
|
15.509.749.701
|
2005
|
980
|
603.728
|
1.459.244.555.322
|
1.483.032.674.195
|
1.874.915.758.233
|
51.821.392.230
|
2009
|
888
|
1.330.138
|
6.262.756.250.428
|
5.760.613.723.476
|
7.396.318.277.380
|
275.479.229.031
|
Robby Tulus menambahkan bahwa Credit Union mempunyai daya tahan
yang cukup kuat dan memiliki ciri-ciri berkelanjutan (substainability) sebagai
gerakan demokratis yang dinamis. Kuncinya pada tabungan/simpanan bukan pada
hutang. Romo Arbie tidak pernah jera menganjurkan keluarga untuk menabung
terus-menerus secara teratur. Menurut Beliau credit union yang baik adalah yang melakukan pendidikan dan pembinaan
terus-menerus, karena akan mempengaruhi sikap mental anggota sehingga mereka semakin
berkembang.
Inkopdit awalnya bernama Badan
Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) menjalankan fungsi koperasi
sekunder tingkat nasional, menjalankan Simpan-Pinjam Nasional (SPN), pelayanan
dana perlindungan DAPERMA, pendidikan pelayanan daerah, pelayanan audit dan
monitoring serta pelayananan teknologi informasi. Inkopdit dijalankan pada 2
manajemen yaitu BK3I dalam bentuk yayasan dan inkopdit sebagai koperasi
sekunder tingkat nasional. Inkopdit mengembangkan pelayanan bisnis, sedangkan
BK3I mengembangkan kopdit-kopdit di wilayah baru.
5 wajib CU yang dikembangkan
pada masa BK3I; 1). Wajib melaksanakan pendidikan, 2). Wajib mengikuti interlending,
3). Wajib mengikuti DAPERMA, 4). Wajib untuk diaudit dan 5). Wajib membayar iuran
solidaritas. Kelima wajib dikuatkan dengan pola kebijakan pengurus inkopdit
yang harus disosialisasikan kepada setiap kopdit.
Tata kelola kopdit yang baik dan
benar, “Good Credit Unions Governance” yaitu pengelolaan manajemen
yang dilandasi kemauan yang baik para fungsionaris kopdit untuk mengembangkan
kopdit yang besar, kuat, dan sehat sehingga dapat melayani anggotanya lebih
baik.
Tahun 2005 CUCO-Indonesia menetapkan kriteria
Koperasi Kredit Ideal yang meliputi beberapa komponen antara lain;
- Sudah memiliki Badan Hukum Koperasi
- Anggota minimal 1000 orang
- Total Asset minimal Rp.1.000.000.000,-
- Dikelola oleh karyawan atau Manager secara profesional
- Pelayanan secara harian (enam hari seminggu)
- Memiliki kantor permanent
- Memiliki dan menerapkan Perencanaan Strategis
- Memiliki Standar Operasional Manajemen (SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
- Menerapkan Teknologi informasi ( software computer, Email, website)
- Pertumbuhan anggota minimal 35 % pertahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar