Abat Elias, SE
melalui situs Inkopdit /cucoindo menulis antara lain bahwa, jika dianalisa
secara global maka beberapa kriteria kopdit Ideal itu sudah terpenuhi misalnya;
Rata-rata Asset per Kopdit Rp.8,097
triliun dibagi dengan 927 kopdit. Demikian juga rata-rata jumlah anggota per kopdit
ada 1.500 orang, dari 1.390.260 orang dibagi dengan 927 kopdit. Yang pelum
tercapai adalah penguatan manajemen yang masih jauh dari harapan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penggunaan IT (Informasi dan Teknologi) baru 350 kopdit atau
38%, yang telah menggunakan Manager dengan wewenang penuh baru 250 kopdit atau
27%. Hal ini harus menjadi prioritas untuk 10 tahun ke depan sehingga Gerakan
Koperasi Kredit Indonesia akan tergolong Gerakan Koperasi Kredit “lima
besar se Asia” dari segi total Asset, jumlah anggota dan
kualitas pelayanan.
Agar mencapai
impian tersebut maka diperlukan suatu Rencana Strategis baru dengan penetapan
sasaran yang fokus, terarah dan terintegrasi dari jenjang kopdit primer sampai
kepada jenjang Inkopdit. Tanpa terintegrasi maka tidak akan menjadi suatu
kekuatan yang nyata karena biasa terjadi pertumbuhannya tidak merata dan lebih
fatal lagi akan terjadi Kopdit/CU yang kuat menelan yang lemah atau kopdit/CU
yang lambat akan ditinggalkan oleh yang cepat. Perencanaan bersama merupakan
suatu opsi jalan keluar, sehingga kopdit/CU yang masih kecil mendengar dan mau
menerima masukan dari Kopdit/CU yang besar. Kopdit/CU yang besar mau dan
bersedia menggandeng tangan bagi Kopdit yang kecil.
Dalam rangka mencapai impian
gerakan koperasi kredit lima besar se Asia maka diperlukan kriteria kopdit/CU ideal tahun 2020
yang akan datang dengan kreteria sebagai berikut; 1. Minimal anggota 20.000
orang, 2. Minimal Asset kopdit/CU Rp.100.milyar dengan simpanan saham Rp.80
milyar, 3. Penggunaan IT online dengan cabang-cabangnya, 4. Memiliki
kantor permanen yang standar memenuhi kebutuhan kopdi/CU ideal, 5. 50 % dari
kopdit/CU melaksanakan Asses Brending. 6. Setiap kopdit/CU memiliki SOM dan
SOP.7.Pertumbuhan anggota pertahun 25 %
Menurut Robby
Tulus, perkembangan CU di Indonesia cukup impresif karena bersifat responsif
terhadap anggota maupun terhadap dinamika pasar uang. Itu disebabkan oleh
diperolehnya badan hukum dan krisis moneter. Asas swadaya, solidaritas dan
pendidikan adalah landasan yang tidak dimiliki lembaga keuangan lain. Kemajuan
sistem harus selalu diimbangi dengan pemberdayaan anggota (secara individual
maupun kelembagaan) agar dimensi kepemilikan tidak sampai melemah. Sistem
manajemen dan sistem keuangan senantiasa berpihak pada anggota sehingga dimensi
‘kepemilikan’ benar-benar dirasakan anggota sebagai pemilik sejati CU.
Ditambahkan
bahwa konsep keuangan mikro (mikro nance) awalnya dimulai dari ‘kredit mikro’
bukan simpanan mikro. CU memulai kegiatan dengan simpanan sehingga memberikan
‘rasa kepemilikan’ dari sejak awal. Kalau rasa kepemilikan kuat dan berakar
maka jati diri dengan sendirinya juga terus berakar. Untuk itu gerakan CU di
Indonesia juga harus dijadikan ‘consience of moral practices’ sebab fenomena
korupsi yang masih demikian kuatnya berlangsung di Indonesia sangat melecehkan
martabat manusia, karena kejujuran dan kebenaran kerap disingkirkan. CU sejak
semula menganut azas dan rasa keadilan. Pinjaman diberikan berdasarkan
kebutuhan (need) dan demi kesejahteraan anggota. Semoga CU bisa dijadikan sekolah
kejujuran dan kebenaran. Demikian harapan Robby Tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar